Menjaga Kepercayaan Orang Lain
Salah satu aset terpenting seseorang adalah kepercayaan dari lingkungan sekitar. Jika sudah tidak dipercaya, kata-kata yang disampaikannya akan diabaikan dan perilakunya dianggap pura-pura semata. Sosoknya jauh dari mulia.
Sisi sulitnya kepercayaan tidak dibangun sesaat, butuh waktu lama. Jika kepercayaan diibaratkan kain, maka kebaikan adalah benang-benangnya. Kebaikan-kebaikan perlu dikumpulkan dan dirajut, berbuah kepercayaan.
Kadang kesalahan dilakukan, tapi
tidak masalah selama kemudian disusulkan perbaikan. Kebaikan akan menghapus
kesalahan sebelumnya. Terus demikian hingga kebaikan lebih banyak ketimbang
kesalahan.
Kekurangan yang melekat dikondisikan
agar tidak mengganggu diri dan orang sekitar. Jika mungkin, kekurangan tersebut
diminimalisir. Sehingga aktivitas sehari-hari berjalan dengan baik.
Upaya berbuat baik mungkin berat.
Akan tetapi sebagian orang siap menjalaninya. Sebagai balasannya, kepercayaan
orang sekitar lebih mudah diperolehnya.
Satu jebakan yang perlu diwaspadai adalah
munculnya sikap bahkan sifat hipokrit. Dalam rangka mencari kepercayaan orang
lain, seseorang melakukan apapun asalkan membuat orang lain senang. Halal-haram
diabaikan.
Jika sesekali, hipokrit baru di
tataran sikap. Jika terus-menerus, hipokrit menyatu menjadi sifat. Di tahap ini
lampu merah sudah harus dinyalakan, bahaya telah nyata. Moralitas dan spiritualitas
diri mulai digerogoti.
Sangat baik jika pencarian kepercayaan
orang lain diniati sebagai bagian kebaikan. Bahwa dengan orang lain percaya,
seseorang bisa merajut kerukunan. Berikutnya kerukunan itu diarahkan menuju
kebaikan yang lebih besar.
Dengan pola seperti ini terjadilah
pola perluasan kebaikan, dari dalam diri menuju lingkungan sekitar. Kebaikan
kokoh di dalam terlebih dahulu, lalu mengalir ke luar. Ada keterhubungan dalam
dengan luar, sesuatu yang dapat dinamakan sebagai integritas.
Integritas sangat mahal. Dalam istilah
keagamaan, integritas dekat dengan kejujuran. Sementara kejujuran yang diniati
sebagai ibadah, maka pemiliknya akan diantarkan ke derajat tinggi, hanya
dikalahkan derajat nabi.
Selain dari sisi keagamaan, integritas
juga menyentuh sisi sosial. Dengan integritas, kehidupan sosial akan lebih
mudah bergerak ke arah kualitas tinggi. Kehidupan sosial yang dimaksud adalah
seluruh ruang hidup manusia, mencakup dari ruang hidup personal hinggal
profesional.
Dengan integritas juga, kepercayaan antarperson
dapat bertahan lama. Siasat, dugaan, dengki, atau dendam, semuanya tiada. Adanya
saling terbuka. Apa yang di dalam benak sama dengan yang disampaikan ke luar. Tidak
ada yang disembunyikan.
Dengan integritas, perasaan takut
ditinggalkan lebih kecil ketimbang moral tercacat. Karena cacat moral akan menurunkan
keyakinan diri. Akhirnya muncul perasaan tidak nyaman dalam diri, bahkan ledakan
konflik dapat terjadi.
Menjaga integritas tidaklah mudah. Kadang
ujian datang. Jika menimpa langsung kepada sang pemilik integritas, ujian itu
lebih mudah ditepis. Akan tetapi jika menimpa lewat keluraga, maka ujian itu berpotensi
menjadi ujian berat. Tidak sedikit orang gagal dengan model ujian satu ini.
Oleh karena itu keinginan
menggenggam integritas perlu didukung dengan edukasi kepada keluarga. Mereka
juga memahami perjuangan untuk menjaga integritas. Kepercayaan pada akhirnya
terhubung kuat pada diri orang per orang. Terjadilah saling percaya. Terjadilah
saling menjaga. Terbentuklah lahan subur kebaikan. Hidup tumbuh dalam kualitas lintas
waktu, duniawi-ukhrawi.
Wallah a’lam.



Post a Comment