Skandal Seks, Uang, dan Kekuasaan Mengguncang Kuil Shaolin di Tiongkok


Pemerintah Tiongkok melancarkan tindakan tegas terhadap para biksu berpengaruh yang diduga menyalahgunakan dana kuil demi kepentingan pribadi. Penyelidikan ini membongkar skandal besar di Kuil Shaolin, pusat agama Buddha yang terkenal di dunia.

Langkah ini dipandang sebagai bagian dari upaya Beijing untuk mengendalikan institusi keagamaan dan membawa transparansi dalam “ekonomi kuil” yang kini berkembang pesat. Menurut laporan 
The Guardian, sektor ini diperkirakan akan mencapai 100 miliar Yuan pada akhir tahun ini.

Sejarah industri keagamaan di Tiongkok sangat berliku. Pada tahun 1950-an, banyak biara kehilangan aset mereka, dan kuil-kuil rusak parah selama Revolusi Kebudayaan di tahun 1960-an dan 1970-an.

Namun, setelah reformasi ekonomi pada 1980-an, kuil-kuil kembali populer dengan dukungan pemerintah melalui sektor pariwisata.

Kuil Shaolin, khususnya, muncul sebagai simbol kebangkitan ini. Kuil ini berubah menjadi pusat pariwisata dan menghasilkan keuntungan besar, mengubah wajah tradisi biara menjadi pusat komersial.


Tindakan tegas pemerintah dipicu setelah Kepala Biara Kuil Shaolin, Shi Yongxin, dituduh mengubah biara berusia 1.500 tahun itu menjadi sebuah “kerajaan komersial” bernilai ratusan juta yuan.

Shi, yang dijuluki “Biksu CEO”, diselidiki pada Juli lalu karena dugaan penyalahgunaan dana dan memiliki anak di luar nikah dengan beberapa wanita. Dalam waktu dua minggu, ia dicopot dari jabatannya dan statusnya sebagai biksu dicabut.

Ini bukan pertama kalinya Shaolin menimbulkan kontroversi. Pada 2015, kuil itu dikritik keras karena mengajukan proposal pembangunan kompleks kuil senilai hampir 300 juta dolar AS yang mencakup lapangan golf, hotel, dan sekolah kung fu.

Dalam wawancara dengan BBC di tahun yang sama, Shi menolak tuduhan korupsi dan hubungan gelap. “Jika memang ada masalah, itu pasti sudah terbongkar sejak lama,” katanya.

Shi Yongxin bukan satu-satunya biksu yang menghadapi tuduhan penyalahgunaan kekuasaan. Pada Agustus lalu, video viral menunjukkan para biksu di Kuil Lingyin, Hangzhou, sedang menghitung uang tunai dalam jumlah besar.

Pada Juli, seorang biksu lain, Wu Bing, juga dicopot gelarnya dan diselidiki setelah diduga menyalahgunakan dana sumbangan publik. Wu dilaporkan meminta donasi dengan dalih membantu wanita hamil tanpa suami dan anak-anak miskin. Namun, dana itu sebenarnya digunakan untuk pengeluaran pribadi yang mewah.

Para pengamat melihat tindakan tegas pemerintah ini bukan hanya sekadar upaya membersihkan citra agama, tetapi juga upaya untuk merestrukturisasi ekonomi kuil yang semakin menggiurkan. Hal ini bertujuan mencegah institusi agama menjadi alat untuk meraup kekayaan atas nama amal dan spiritual.*

Sumber www.hidayatullah.com

Informasi dan Pendaftaran Sekolah Hidayatullah Yogyakarta Tahun Ajaran 2026/2027


Powered by Blogger.
close