Sedekah untuk Bayar Hutang
![]() |
| google.com |
Oleh: Mohammad
Fauzil Adhim
Ada yang mau
berhutang untuk disedekahkan karena hutangnya bertumpuk tak sanggup bayar. Ada
yang berusaha hutang sana-sini untuk dapat berkurban saat 'Idul Adha, tetapi
memaksudkannya untuk memperoleh keajaiban agar hutang yang membelitnya dapat
dilunasi. Ini adalah cara berpikir yang sangat aneh bagi orang beriman.
Meskipun berhutang untuk berkurban itu boleh, dan saya pun telah menuliskannya
di sini, tetapi jika hutang bertumpuk tak sanggup bayar, jangan menambah hutang
lagi. Apalagi berhutang untuk disedekahkan agar dapat melunasi hutang.
Seseorang
berkata ingin membuktikan janji Allah Ta'ala dengan mensedekahkan apa yang ia
peroleh dari berhutang, seluruhnya, agar dapat memperoleh kejutan rezeki yang
dapat digunakannya untuk melunasi hutang sebelumnya yang sudah sangat mencekik.
Ini merupakan syubhat yang sangat besar. Allah Ta'ala memang tidak akan pernah
menyelisihi janji-Nya. Persoalannya, adakah janji yang pasti berdasarkan nash
yang shahih bahwa Allah Ta'ala akan melimpahi seseorang rezeki materi
berlimpah-limpah dengan cara itu?
Saya perlu
sampaikan hal ini karena kian banyak orang yang menempuh jalan itu dengan
meyakininya sebagai tuntunan agama, padahal agama tak mengajarkan, lalu
mendapati hutang semakin bertumpuk dan hidup semakin sulit. Bersebab beramal
tanpa dalil yang jelas dengan harapan dapat memperoleh keajaiban yang tiba-tiba
untuk melunasi hutangnya, justru ia menjadi buron; dikejar-kejar orang yang
telah memberikannya hutang.
Marilah kita
ingat sejenak hadis dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, seseorang datang menghadap
Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam dan berkata:
يَا رَسُوْلَ
اللّٰـهِ ! ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِاْلأُجُوْرِ ؛ يُصَلُّوْنَ كَمَـا
نُصَلِّـيْ ، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَـا نَصُوْمُ ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ
أَمْوَالِـهِمْ. قَالَ : «أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللّٰـهُ لَكُمْ مَا
تَصَدَّقُوْنَ ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ
صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَـحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً ،
وَأَمْرٌ بِالْـمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ ، وَفِـيْ
بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ». قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! أَيَأْتِـيْ
أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : «أَرَيْتُمْ لَوْ
وَضَعَهَا فِـي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ ؟ فَكَذٰلِكَ إِذَا
وَضَعَهَا فِـي الْـحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا»
“Ya RasulaLlah! Orang-orang kaya
telah pergi dengan membawa banyak pahala. Mereka shalat seperti kami shalat,
mereka puasa seperti kami puasa, dan mereka dapat bersedekah dengan kelebihan
harta mereka.”
Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian sesuatu yang dapat
kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih adalah sedekah, setiap
takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah
sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah dari yang mungkar
adalah sedekah, dan salah seorang dari kalian bercampur (berjima’) dengan
istrinya adalah sedekah.”
Mereka
bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah jika salah seorang dari kami mendatangi
syahwatnya (bersetubuh dengan istrinya) maka ia mendapat pahala di dalamnya?”
Beliau
menjawab, “Apa pendapat kalian seandainya ia melampiaskan syahwatnya pada yang
haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskan
syahwatnya pada yang halal, maka ia memperoleh pahala.” (HR.
Muslim).
Banyak hal
yang dapat kita petik dari hadis ini. Berkenaan dengan perbincangan kita, mari
perhatikan perkataan orang yang datang menghadap Rasulullah shallaLlahu
'alaihi wa sallam, "...dan
mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta mereka." Perkataan ini bukan ditanggapi oleh
beliau dengan menyuruh orang tersebut berhutang (apalagi sampai memperbanyak
hutang) untuk bersedekah. Yang beliau sampaikan kepada orang tersebut adalah
amalan-amalan yang bernilai sedekah, meski tak mengeluarkan harta dan uang sama
sekali.
Mari kita
ingat pula betapa wasiat untuk memberikan hartanya kepada orang lain tidak
boleh melebihi sepertiga dari aset yang ia miliki.
Rasulullah
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلثُّلُثُ ، وَالثُّلُثُ كَثِيْرٌ
"Sepertiga,
dan sepertiga itu sudah banyak." (HR. Bukhari & Muslim).
Ini
merupakan asbabun nuzul Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 9. Saya tidak
berpanjang-panjang tentang ini. Saya hanya ingin mengajak agar tidak
serampangan dengan menyandarkan diri seolah-olah itu tuntunan agama, padahal
agama ini tidak mengajarkannya. Sesungguhnya dasar dalam beragama adalah nash
yang jelas dan shahih sesuai dengan maksud dari nash tersebut.
Bagaimana
dengan perkataan sebagian orang bahwa Nabi shallaLlahu 'alaihi wa
sallamtelah
berpesan, "Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah."? Sampai saat
ini saya tidak menemukan riwayat shahih mengenai apa yang disandarkan kepada
Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam tersebut. Di berbagai tulisan yang
mencantumkan ungkapan tersebut, tidak terdapat keterangan yang dapat dirunut
matan dan riwayatnya. Ini sungguh sangat berbahaya. Sesungguhnya
menyebarluaskan sesuatu yang kita tidak mengetahui kebenarannya, lalu
menyatakannya sebagai nash, dapat menggelincirkan kita ke dalam perbuatan
dusta. Dan sungguh, alangkah mengerikan jika itu justru terhadap NabishallaLlahu
'alaihi wa sallam.
Jadi, kalau
bersandar pada perkataan tersebut lalu seseorang bersedekah besar-besaran agar
konflik rumah-tangganya segera berakhir, tetapi yang ia dapati justru
persoalannya semakin meruncing, itu sama sekali bukan karena agama ini salah
atau --apalagi-- Allah Ta'ala ingkar janji. Tetapi karena kita beragama
menggunakan duga-duga tanpa dalil yang kuat. Bahkan ada yang secara sangat
meyakinkan berkata bahwa masalah apa pun akan selesai kalau kita mau membelinya
dengan sedekah, termasuk agar makin disayang suami, tetapi beberapa pekan
sesudah ia bertutur mempengaruhi audiens tersebut justru ia yang bercerai
dengan suaminya.
Sekali lagi,
ini bukan karena Allah Ta'ala ingkar janji. Tetapi karena kita menganggap Allah
Ta'ala menjanjikan sesuatu tanpa hujjah yang pasti.
Wallahu a'lam bish-shawab.
.jpg)

Post a Comment