Orientasi dan Komunikasi Organisasional di Era Society 5.0
Masyarakat dunia kini sedang berada
di era society 5.0, sebuah era yang didefinisikan sebagai era
keterpusatan segala hal kepada manusia. Bahwa perancangan teknologi, tata kota,
dan kebijakan-kebijakan berpusat kepada manusia. Apapun yang diputuskan oleh
para pemegang otoritas diorientasikan ke arah kesejahteraan manusia yang lebih
baik, fisik dan mentalnya.
Konsep society 5.0 digulirkan
di Jepang dengan harapan agar kesejahteraan manusia mampu mengejar perkembangan
teknologi yang pesat, sehingga melahirkan keseimbangan yang lebih baik di
antara keduanya. Dengan keseimbangan yang lebih baik ini, individualisasi lebih
diperhatikan sebagai awal dari kokohnya masyarakat. Dalam redaksi lain, tiap
individu perlu dijamin kesejahteraannya sebagai fondasi kesejahteraan
masyarakat. Sehingga nantinya ketimpangan kesenjangan antarindividu mengecil.
Tidak butuh lama untuk konsep society
5.0 menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dalam situasi kalut, salah satunya
karena ketimpangan kekayaan yang lebar di sejumlah negara, konsep ini memberi
satu framework fundamental dalam upaya memperbaiki kehidupan manusia.
Ada peluang-peluang baru yang didapatkan dengan aplikasi konsep ini. Sehingga
peluang perbaikan masih dapat dikalkulasi.
Sebagai framework, society
5.0 mempengaruhi banyak bidang pemikiran, salah satunya tentang organisasi.
Bahwa sepatutnya organisasi-organisasi yang ada, laba atau nirlaba,
bertransformasi ke tahapan perkembangan yang lebih relevan, yakni tahapan
perkembangan yang menselaraskan bahkan mengorientasikan pengelolaannya ke arah
kesejahteraan individu. Semoga dengan membangun kesejahteraan individual dalam
organisasi, tercipta kesejahteraan organisasi yang kokoh. Bukan kebalikannya
organisasi memiliki tingkat kesejahteraan yang baik, tapi individu-individu di
dalamnya masih harus bergelut dengan isu kesejahteraan diri. Apalagi isu
kesenjangan kesejahteraan antarindividu turut menggelayuti.
Lebih jauh baiknya organisasi mulai
menggeser struktur dan narasi pemikirannya ke arah kesejahteraan individual.
Setiap kebijakan menempatkan benefit individual sebagai pertimbangannya. Bahwa
tiap individu dihargai dan mendapatkan prioritas dalam setiap rancangan
kebijakan.
Salah satu masalah teknis yang
kemudian timbul adalah variasi individual dalam organisasi, apalagi jika
jumlahnya relatif besar. Dalam hal ini penggunaan big data menjadi satu
keniscayaan. Sebuah badan atau departemen di organisasi yang menangani data
harus hadir.
Hal ini dikarenakan olah data yang
baik akan memudahkan terbentuknya klasifikasi anggota organisasi secara akurat.
Berikutnya organisasi menimbang kekuatan yang ada, hingga dapat menentukan
seberapa jauh variasi pelayanan yang diberikan. Mungkin tidak setiap
klasifikasi anggota dapat dilayani dengan maksimal. Akan tetapi pelayanan yang
merata semoga menstimulus kesejahteraan individual sebagai awal kesejahteraan
organisasi, sebagaimana telah disebutkan.
Dengan kesejahteraan organisasi
yang lebih baik, semoga pemerataan pelayanan bisa terus dilakukan. Berikutnya
kesejahteraan individual di organisasi diharapkan meningkat. Demikian
terus-menerus hingga membentuk siklus tak terputus.
Sebagai penutup, dalam hukum
fisika, kecepatan awal kerapkali memakan energi yang besar. Perihal ini mungkin
berlaku pula di organisasi. Energi yang besar dibutuhkan agar perbaikan
berkelanjutan organisasi terjadi.
Dalam hal ini pemilihan pengurus
organisasi bukanlah isu sepele. Para pengurus organisasi yang dipilih
seharusnya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni. Semoga potensi
keletihan pengurus organisasi dapat diminimalisir. Di sisi lain perbaikan
berkelanjutan organisasi dapat digulirkan. Di satu titik perbaikan itu tidak
lagi bersifat linear, tapi eksponensial.
Wallah a’lam.

Post a Comment