PBNU Dukung Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Nilai Tidak Ada Tokoh yang Sempurna


Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan dukungan terhadap pengusulan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai pahlawan nasional. Dukungan itu disampaikan oleh Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, menyusul usulan dari Kementerian Sosial (Kemensos) untuk meninjau kembali jasa-jasa tokoh Orde Baru tersebut.

Informasi Penerimaan Murid Baru Sekolah Hidayatullah Yogyakarta KLIK DI SINI

“Kami mendukung usulan itu. Pak Harto berjasa besar dalam stabilisasi nasional dan pembangunan ekonomi. Di masa beliau, Indonesia dikenal dunia sebagai salah satu macan ekonomi baru Asia,” ujar Gus Fahrur seperti dikutip dari Antara (5/11/2025).

Menurutnya, Soeharto memiliki peran penting dalam menjaga keutuhan bangsa pasca-1965 dan menegakkan pembangunan di berbagai bidang, terutama pertanian dan infrastruktur.


Gus Fahrur menambahkan bahwa pengusulan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto tidak dimaksudkan untuk menutup catatan kelam masa lalu, tetapi sebagai bentuk pengakuan atas kontribusinya bagi negara.


“Tidak ada tokoh yang sempurna. Yang penting, jasa besar terhadap bangsa tetap dihargai secara proporsional,” ujarnya.

Dukungan PBNU sejalan dengan sikap sejumlah organisasi masyarakat Islam lainnya. Kompas.com melaporkan bahwa Muhammadiyah melalui Ketua Pimpinan Pusat Anwar Abbas juga menilai Soeharto layak mendapat penghargaan tersebut, karena kepemimpinannya dianggap berhasil membawa Indonesia ke masa stabilitas ekonomi dan politik selama tiga dekade.


Namun, dukungan ini tidak sepenuhnya bulat di lingkungan Nahdlatul Ulama. Sejumlah tokoh NU menyampaikan pandangan berbeda, terutama terkait rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia dan pembatasan kebebasan politik pada era Orde Baru. Ulama kharismatik KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menegaskan ketidaksetujuannya.

“Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan pahlawan nasional,” tegas Gus Mus, dikutip dari NU Online.


Ia menilai bahwa dukungan terhadap pengusulan Soeharto menunjukkan lemahnya ingatan sejarah sebagian kalangan terhadap penderitaan rakyat di masa pemerintahannya.


“Orang NU yang ikut mendukung itu mungkin tidak mengerti sejarah,” katanya.


Kementerian Sosial sebelumnya mengonfirmasi bahwa nama Soeharto termasuk dalam daftar tokoh yang tengah dikaji Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan untuk tahun 2025.


Menteri Sosial Tri Rismaharini menyebut kajian terhadap Soeharto akan melibatkan sejarawan, akademisi, dan lembaga negara guna memastikan kelayakannya berdasarkan syarat objektif dan historis.


Sementara itu, sejumlah pengamat menilai dukungan PBNU mencerminkan perubahan sikap politik generasi baru dalam organisasi keagamaan terbesar di Indonesia itu. Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan bahwa perdebatan ini menunjukkan dinamika yang sehat.


“NU kini berusaha melihat sejarah dengan lebih seimbang, antara penghargaan terhadap jasa pembangunan dan kritik terhadap pelanggaran masa lalu,” ujarnya kepada Kompas.com.


Meski demikian, perdebatan di kalangan publik terus mengemuka, terutama di media sosial. Sebagian menilai pengusulan Soeharto sebagai bentuk rekonsiliasi nasional, sementara lainnya menganggapnya upaya melupakan sisi gelap rezim Orde Baru.


Hingga kini, Dewan Gelar belum mengumumkan hasil final kajian. Namun, sikap PBNU dan Muhammadiyah yang mendukung serta adanya kritik dari tokoh-tokoh internal menunjukkan bahwa isu penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional masih akan menjadi perdebatan panjang di ruang publik Indonesia.*

Sumber www.hidayatullah.com

Powered by Blogger.
close