Generasi Menunduk
Hari ini adalah hari yang ku nantikan, acara “Reuni Teman Angkatan semasa di SD”. Walau baru setahun berpisah, rasanya kangen juga ingin segera bersua mereka. Bertemu sahabatku si fulan, fulan, dan fulan… Dan sobat karibku… Si fulan… Aku membayangkan pasti seru bercerita bersama mereka tentang hari-hari yang kita lewati selama setahun ini.
Betapa ku ingin sampaikan betapa nikmatnya menghafal al-Quran di Pondok Tahfidz, dan banyak hal lainnya… Dan akhirnya, aku bertemu dengan teman-teman seangkatan semasa berseragam putih merah dan juga tentunya engkau wahai sahabatku… Owh senangnya rasa hatiku… langsung ku peluk saja mereka semua. Terutama sahabat terbaikku, temanku bercanda, bercerita segala keluh dan kesah.
Namun… Keinginanku untuk melepas rindu dan bernostalgia bersama sahabatku sepertinya tidak seperti yang ku bayangkan. Sahabatku itu… Sudah sangat berubah. Canggung rasanya untuk bicara dengannya. Sepanjang acara reuni dia hanya menunduk dan menunduk. Yaaaa menundukkan pandangannya kepada sebuah benda yang begitu sangat mengasyikkan, pikirku. Terkadang dia tersenyum sendiri, terkadang dia merasa gemas, dan macam-macam ekspresi nya kepada benda kecil di genggamannya itu….Gadget oh gadget betapa engkau telah banyak mengubah sahabat terbaikku saat ku berseragam merah putih itu.
Ohh rupanya kini engkau menjadi sebagian “Generasi menunduk” yang kini menjangkiti anak muda bangsa ini, rupanya hal itu juga telah menjangkit kepada sahabatku itu. Bukan menundukkan pandangan karena tawadhu, atau menjaga mata dari lawan jenis, namun menunduk karena gadget di tangan. Asyik dengan segala macam game atau sibuk eksis di media sosial.
Owh… Aku sangat kehilangan engkau sahabatku… Ah…yaa sudahlah masing-masing orang sudah memilih jalan hidupnya masing-masing. Engkau memilih bersekolah di Sekolah Negeri Favorit karena memang otakmu encer dan nilai akademis juga bagus. Dan aku…Walau nilai ku juga bagus dan sempat juga aku terfikir masuk sekolah negeri, namun kini bersyukur aku mengurungkan niatku itu.
Kini aku harus banyak bersyukur, karena aku merasa sangat beruntung dengan keputusanku masuk ke Pondok Tahfidz. Walau mungkin aku dikatakan kudet karena tak ada lagi gadget di tangan, dan hanya saat libur saja aku bisa memegangnya, namun aku bahagia karena aku bisa khusyuk menghafal al-Quran.
Wahai sahabatku … Hanya doa yang bisa aku panjatkan…Semoga engkau mendapatkan hidayah dari Allah… Aku selalu berharap engkau menjadi Sahabat Terbaikku baik di dunia maupun di akhirat. Semoga suatu saat engkau pun bisa merasakan nikmatnya menghafal al-Quran seperti yang aku rasakan sekarang. Aamiin.
Peluk Kembali Anak-Anak Kita
Mungkin kita akan merasa sedih dan ngilu ya jika kita membaca curhatan murid saya tersebut. Anak-anak kita sekarang ini menjadi “generasi menunduk” karena sibuk dengan gadget nya masing-masing. Terkadang mereka bahkan sampai abai dengan lingkungan sekitar karena sibuk dengan dunia maya dalam genggaman tangannya.
Ayah Bunda betapa anak-anak kita adalah investasi terbaik kita. Investasi dunia akhirat kita. Karena tugas kita sebagai orang tua yang utama juga adalah “Menjaga keluarga kita agar jangan sampai terkena dari api neraka”. Jangan sampai pula kita kehilangan dan asing dengan mereka, karena mereka lebih akrab dengan gadgetnya.
Mari kita peluk kembali mereka. Berakrab-akrab lagi dengan mereka. Menyempatkan bercengkrama dengan mereka walau sesibuk apapun kita. Walau segala kesibukan kita baik dalam pekerjaan atupun amanah kita dalam dakwah ini, namun tak kalah penting bonding dan asupan psikis bersama mereka adalah yang utama.
Berikan mereka kehangatan kasih sayang dengan quality time dirumah kita, bisa dengan tadarus atau murajaah al-Quran bersama, memasak bersama, bersih-bersih rumah bersama dan lain sebagainya. Tak lupa menanyakan bagaimana kabar mereka dalam sehari itu ketika di sekolah atau bersama teman-teman mereka. Berikan mereka ruang untuk mengekplore perasaannya bersama kita orang tuanya, hingga mereka merasa nyaman bersama kita.
Amanah dakwah dan amanah anak-anak kita, adalah amanah sepanjang hidup kita. Keduanya adalah penting adanya. Semoga kita bisa membagi waktu dengan sebaik-baiknya. Berbagi peran dan tugas dengan pasangan kita menjadi wajib adanya untuk melaksanakan kedua amanah tersebut. Semoga dengan kita mengakrabi anak-anak kita, mereka akan menjadi penerus dakwah ini. Wallahu ‘alam bishowab.
Ayun Afifah, S.Pd, Guru SDIT Hidayatullah Yogyakarta, Bunda dengan 4 anak, tinggal di Sleman



Post a Comment