Membangun Kultur Belajar Berkelanjutan di Organisasi

Organisasi merupakan kumpulan orang atau manusia. Maka prinsip-prinsip berkaitan dengan orang juga melekat pada organisasi. Salah satunya prinsip pertumbuhan dan perkembangan berbasis belajar. 


Permisalan paling terlihat adalah anak usia bawah tiga tahun (batita). Ia tumbuh dan berkembang dengan belajar aneka keterampilan. Salah satunya keterampilan berjalan. 

Bisa dibayangkan jika tidak mau belajar berjalan, maka kemungkinan besar seorang anak batita tidak akan bisa berjalan. Dampak berikutnya sejumlah otot tidak akan tumbuh dan berkembang. Akhirnya ia hanya bisa berbaring, tidak bisa beraktivitas seperti anak-anak pada umumnya.  

Di sisi lain, sebagaimana diketahui bersama, seorang anak bisa mengalami jatuh bangun saat belajar berjalan. Sakit kadang dirasakannya. Tidak jarang tangis pecah sangat keras.  

Akan tetapi dengan motivasi dan dukungan orang sekitar, sang anak menjalani masa belajar dengan tabah. Alhamdulillah tidak butuh waktu lama, ia akhirnya berjalan bahkan berlari. Masa-masa sulit telah dilupakannya. 

Demikian juga organisasi. Belajar diperlukan untuk terus tumbuh dan berkembang. Bedanya pembelajaran di organisasi relatif lebih terstruktur. Aneka framework dapat digunakan sebagai alternatif. 

Salah satunya MOVE Framework dari Vicario Reinaldo. Terdapat empat tahapan utama: Motivateobtainvalidate, dan educate.  

MOVE Framework of Vicario Reinaldo


Tahap pertama adalah motivate. Pimpinan perlu memberikan motivasi kepada anggotanya untuk berkenan belajar. Kepentingannya individual dan organisasional. Bahwa dengan belajar, insya Allah, akan ada kebaikan-kebaikan untuk orang per orang dan organisasi. Tidak jarang kebaikannya bersifat quantum, loncatan yang sangat jauh. 

Dalam memotivasi, selain forum bersama, pimpinan bisa menggunakan pendekatan individual yang persuasif. Teknik coaching atau mentoring. salah satunya bisa dipilih dalam pendekatan individual. Akan tetapi penggunaan otoritas kadang perlu ditempuh, terutama berkaitan dengan sistem operasional organisasi. Jika satu orang saja tidak menguasai bagiannya pada sistem organisasi, maka resikonya operasional organisasi akan terhenti. 


Di sisi lain ditemukan sejumlah individu dengan motivasi belajar yang tinggi. Tanpa ada instruksi organisasi, mereka belajar mandiri. Kepada mereka, apresiasi perlu diberikan. Mugkin berupa benda atau keluasan karir, tetapi yang jauh lebih penting adalah keamanan. Bahwa mereka boleh menyampaikan gagasannya setelah menyelesaikan proses belajarnya, bahkan saat sedang proses belajar.  

Tahap kedua adalah obtain. Setiap orang melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini sangat dianjurkan agar prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogis) diperhatikan. Salah satunya modelling dan simulation.  

Selain itu sangat dianjurkan untuk menyusun rangkaian kegiatan belajar yang beraneka ragam. Mungkin diawali membaca, kemudian mendengarkan paparan dan mempraktikkan, lalu menuliskan refleksi atau kuis.

Model belajar sinkronus-asinkronus dan individual-klasikal juga bisa disusun dalam satu rangkaian proses belajar. Agar proses belajar tidak monoton. Semoga motivasi belajar terus terjaga.  


Tahap ketiga adalah validate. Apa yang dipelajari perlu diperiksa lewat sejumlah pertanyaan: Mungkinkah materi belajar sudah benar? Seberapa relevan hasil belajar dengan situasi organisasi saat ini? Jika sudah relevan, bagaimana tahapan yang tepat untuk menginduksi hasil belajar ke dalam organisasi? 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting untuk diajukan. Agar hasil belajar diterima dan memberikan dampak kepada organisasi. Validitas yang minim memungkinkan kegagalan penerapan hasil belajar di organisasi. 

Fenomena yang kiranya penting untuk digarisbawahi adalah ketergesaan pimpinan dalam menerapkan hasil belajar. Indikasinya validasi minim. Situasi ideal dan riil tidak dipetakan dengan baik. Sehingga tahapan induksi tidak tersusun dengan baik. Akhirnya penolakan terjadi. Alih-alih membawa dampak positif, penerapan hasil belajar malah mencoreng reputasi pimpinan. 

Tahap keempat, terakhir, adalah educate. Hasil belajar yang sudah dipahami bahkan sudah diterapkan di organisasi hendaklah disebarkan. Tentu penyebaran ini perlu diatur. Di internal organisasi, penyebaran hasil belajar bisa dilakukan lewat pertemuan-pertemuan. Sebagiannya fomal, sebagiannya mungkin informal. Alternatif lainnya mungkin teks multimodal. Tulisan, gambar, rekaman, video, atau animasi dapat digunakan orang internal organisasi untuk saling berbagi. 

Satu catatan penting: No bully. Bahwa saling berbagi hasil belajar merupakan sesuatu yang positif. Oleh karena itu hendaklah orang-orang di organisasi tidak memberikan komentar negatif yang bersifat menyerang personal. Jauh lebih baik diskusi objektif dilakukan. 

Adapun berbagi hasil belajar kepada pihak eksternal sifatnya opsional. Organisasi boleh berbagi, boleh juga tidak. Akan tetapi sebagai ikhtiar meluaskan pengaruh dan networking, berbagi hasil belajar merupakan pilihan bijak. Tentu organisasi diharapkan mampu memilih dan memilah hasil belajar mana yang bisa dibagikan kepada eksternal organisasi. 

Feedback sangat mungkin terjadi. Pihak eksternal memberikan umpan balik kepada organisasi perihal hasil belajar yang dibagi. Dalam hal ini kiranya organisasi menanggapi dengan bijak, tidak perlu over ataupun under-estimate. Karena beda konteks organisasi, beda pula relevansi sebuah pengetahuan. 

Pada akhirnya, hal paling penting bagi organisasi adalah belajar. Framework-nya bisa mana saja. Sistemik, konsisten, dan konsekuen, tiga kata kunci penting dalam menggunakan suatu framework secara efektif. 

Wallahu a'lam.


Powered by Blogger.
close