TikTok Angkat Mantan Tentara IDF Garis Keras jadi Manajer Kebijakan Ujaran Kebencian
Langkah ini memicu ledakan kontroversi global, terutama di tengah gelombang kecaman dunia atas genosida ‘Israel’ di Gaza dan meningkatnya tensi politik seputar Palestina.
Mindel, yang secara terbuka menyebut dirinya “Zionis yang bangga”, sebelumnya bertugas sebagai instruktur di Korps Lapis Baja IDF, sebuah unit yang kerap dikaitkan dengan operasi militer di wilayah pendudukan Palestina. Dalam salah satu video lama yang kini viral kembali, Mindel menyebut bahwa dia “rela mengorbankan segalanya demi keamanan ‘Israel’.”
Kini, wanita yang dulunya mengoperasikan pelatihan militer itu memegang kendali atas bagaimana TikTok mendefinisikan dan menanggulangi ujaran kebencian – termasuk isu paling sensitif: antisemitisme dan kritik terhadap ‘Israel’.
Latar Belakang: Akar Zionisme Sejak Muda
Sebelum bergabung dengan TikTok, profil LinkedIn Mindel menunjukkan bahwa ia adalah seorang kontraktor untuk Departemen Luar Negeri AS dari tahun 2022 hingga 2025, bekerja di bawah Deborah Lipstadt, utusan khusus untuk memantau dan memerangi antisemitisme di era pemerintahan Biden.
Menurut profil LinkedIn-nya, Mindel resmi menjabat posisi ini sejak Juli 2025. Tanggung jawabnya mencakup merumuskan strategi jangka panjang dalam menangani ujaran kebencian, termasuk memantau konten daring, memberi nasihat kebijakan, dan menganalisis tren ujaran kebencian – dengan fokus utama pada antisemitisme.
Namun yang paling mencolok: posisinya secara eksplisit bertugas menjadi “pakar utama antisemitisme dalam rapat internal dan eksternal TikTok .”
Kritikus menyebut, ini bukan sekadar soal antisemitisme, tapi kemungkinan penghapusan masif kritik terhadap ‘Israel’ atas nama “kebijakan ujaran kebencian.”
Mindel bukan figur asing dalam dunia advokasi pro-’Israel’. Sebelum ke TikTok , dia bekerja sebagai kontraktor di Departemen Luar Negeri AS selama pemerintahan Biden, di bawah utusan khusus antisemitisme Deborah Lipstadt.
Ia juga menjabat sebagai asisten direktur di American Jewish Committee (AJC), organisasi yang secara terbuka mendukung kebijakan luar negeri penjajah ‘Israel’.
Ia menjelaskan bahwa ia dibesarkan sebagai seorang Yahudi tradisional dan konservatif. Setelah lulus kuliah, ia mengambil program jeda sepuluh bulan di Israel. Ia bercerita bagaimana pada bulan pertamanya di universitas, sebuah mosi BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi) diajukan, dan ia mendedikasikan dirinya “sepenuh hati” untuk melawannya.
Ia menyadari betapa “bergairahnya identitas Zionisnya” serangan ke Gaza bertajuk “Operasi Protective Edge” pada tahun 2014.
“Saya tahu kesejahteraan Yahudi di seluruh dunia dan keamanan Israel akan menjadi isu penting seumur hidup bagi saya,” katanya.
Setelah lulus dari universitas, ia membuat aliyah (imigrasi ke Israel) dan bergabung dengan IDF, di mana ia menghabiskan dua setengah tahun sebagai madrichot shirion—seorang instruktur di Korps Lapis Baja.
“Bagi banyak orang, ini mungkin terlihat seperti kontradiksi,” katanya, menambahkan bahwa mungkin aneh jika seorang wanita yang mengidentifikasi dirinya sebagai “liberal dan progresif” juga seorang Zionis, “begitu berkomitmen hingga bergabung dengan IDF.”
Namun, ia menegaskan bahwa baginya, “kedua identitas ini berjalan beriringan.”
“Saya adalah seorang Yahudi Amerika yang bangga,” pungkasnya dikutip The Jerussalem Post.
Akuntabilitas TikTok
Penunjukan Mindel datang di saat TikTok menghadapi kritik keras dalam beberapa tahun terakhir terkait penanganan konten antisemit. Platform ini bahkan menerima laporan tentang antisemitisme dari stafnya sendiri.
Eric Fingerhut, Presiden dan CEO Federasi Yahudi Amerika Utara, pada Maret 2024 menyatakan, “TikTok telah membantu memicu lonjakan antisemitisme yang mengerikan yang dirasakan komunitas kami setiap hari, dan inilah saatnya untuk mengambil tindakan.”
Namun, di sisi lain, keputusan TikTok ini justru memicu kekhawatiran akan adanya sensor terhadap kritik terhadap penjajah ‘Israel’ atau narasi yang mendukung kemerdekaan Palestina.
Publik menuntut transparansi dan akuntabilitas dari TikTok. Bagaimana perusahaan akan memastikan bahwa kebijakan ujaran kebenciannya diterapkan secara adil dan tidak memihak, mengingat rekam jejak manajer barunya?
Banyak pihak menuding TikTok telah kehilangan objektivitas dan berpotensi memberangus suara-suara pro-Palestina.
Sejumlah aktivis hak asasi manusia menyebut keputusan ini sebagai “penghinaan terhadap netralitas platform” dan memperingatkan adanya “agenda politik tersembunyi di balik kebijakan ujaran kebencian.”
“Saat TikTok menunjuk mantan tentara dari institusi yang dituduh melakukan pelanggaran HAM berat, apa artinya bagi suara warga Palestina dan pendukungnya?” ujar salah satu aktivis digital yang meminta anonimitas.
Sejak penunjukan Mindel, frasa seperti #BoycottTikTok dan #TikTok SupportsZionism merajai trending topic di X (Twitter) dan Instagram. Banyak pengguna menyerukan penghapusan akun TikTok mereka, menuding platform itu menjadi “corong propaganda” satu pihak.
Beberapa netizen menyoroti ironi bahwa TikTok —yang sering dituduh membungkam konten tentang Palestina—kini mengangkat mantan tentara dari negara yang dituduh melakukan genosida untuk memutuskan mana yang disebut “ujaran kebencian.”
Penunjukan Erica Mindel bukan sekadar langkah kebijakan. Ia adalah indikator jelas arah ideologis yang kini diambil oleh TikTok – platform dengan lebih dari 1,5 miliar pengguna aktif di seluruh dunia.*
Sumber www.hidayatullah.com
Post a Comment