[Novel Sang Pangeran Cinta] : Bab 6 Orang Kaya Baru

Dengan pakaian yang serba branded, mulai dari sepatu branded, jam tangan branded, baju branded, tas branded, dilengkap kacamata yang harga nya juga selangit Sinta datang ke sekolah.

Terlihat juga perhiasan emas menghiasi telinga dengan antingnya, leher dengan kalungnya, parfum yang mahal, tangan dengan gelang dan cincinya semakin menambah kepercayaan diri Sinta meningkat.

Sinta menjadi orang kaya baru, sangat jauh berbeda kehidupannya dibanding saat hidup Bersama ayah yang hanya penjual mie ayam. Dulu, uang saku yang diberikan ayahnya hanya cukup untuk beli makan dikantin sekali dan naik angkutan umum, jika sedikit saja beli makan diluar jatah, maka harus siap-siap pulang jalan kaki atau mencari tebengan temennya.

Kehidupan Sinta yang berubah seratus delapan puluh derajat ini tidak disadari oleh kakek dan nenek Sinta. Karena memang Pak Broto dan Ibu Broto tidak pernah tahu pergaulan cucunya Sinta ketika tinggal Bersama ayahnya.

Sang nenek, sejujurnya khawatir dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan cucu tercintanya, Sinta. Namun, karena untuk menutupi kesalahannya di massa lalu, sehingga semua keinginan dan kebutuhan cucu semata wayangnya ini harus dipenuhi.

“Mau ke mana kita, Non?” Tanya Pak Juned saat menjemput sepulang sekolah.

“Ke mall Pak, Sinta mau belanja sepatu.” Kata Sinta sambil membenarkan kacamatanya.

“Baik, Non.” Jawab Pak Juned sambil mengemudikan mobilnya.

Sesampai di mall, bukan hanya sepatu yang dibeli oleh Sinta, namun hampir semua yang dilihat dan Sinta ingin dia beli semuanya. Sinta sangat senang, karena kartu kredit yang diberikan oleh kakeknya unlimited alias tidak terbatas. Berapapun habis belanja nya Sinta, maka akan dibayar oleh sang kakek tercinta.


Pak Juned membantu membawakan belanja Sinta memasukkan ke mobil, sekeranjang penuh belanjaan Sinta pada siang ini. Belum nanti sore hingga malamnya, Sinta minta diajak makan atau nonton bersama dengan teman-teman barunya.

Ada saja teman-teman baru Sinta memanfaatkan kemudahan Sinta dalam mendapatkan uang. Minta dibelikan ini, dibelikan itu, minta ditraktir, dan masih banyak lagi. Sinta menjadi sangat boros dalam menggunakan uang nya. Sekarang dia tidak pernah berpikir bagaimana susahnya mencari uang. Karena semua kebutuhan dan keinginan Sinta akan terpenuhi pada waktu itu juga.

****
“Buk, tahu nggak bulann ini tagihan kartu kredit Sinta berapa?” Tanya Pak Broto kepada istrinya saat jam makan malam.

“Memang berapa pak?” Jawaban Bu Broto, membalikkan pertanyaan. “Banyak ya pak?” Tanya Bu Broto kembali.

“Menurutku bukan banyak lagi ini, Bu. Tapi sangat banyak.” Jawab Pak Broto sambil mengusap rambut kepalanya. “Hampir dua puluh juta lho, Bu.” Kembali Pak Broto menyampaikan.

Kedua suami istri yang sudah tidak muda lagi itu cukup keras berpikir tentang gaya hidup Sinta yang mereka rasa sudah sangat berlebihan.

“Kita harus mencari cara agar bisa menyadarkan Sinta bu.” Kata Pak Broto sambil menyeruput segelas air putih. “Jika ini dibiarkan terus menerus, maka keuangan kita yang akan jebol.” Lanjutnya.

“Betul, Pak.” Jawab Bu Broto.

Keduanya tampak berpikir dan berdiskusi, bagaimana mengubah kebiasaan Sinta yang sering menghamburkan uang dengan membeli barang-barang yang sesungguhnya tidak diperlukan.

****

“Sinta, nanti sore kita jalan-jalan ya!” Ajak nenek, saat Sinta keluar kamar ketika akan berangkat sekolah.

“Mau ke mana, Nek?” Tanya Sinta kepada neneknya sambil mencium tangan sang nenek yang tampak sudah keriput.

“Nanti kamu juga tahu, Nak.” Jawab neneknya sambil mengelus rambut cucu tercintanya yang sudah beranjak menjadi remaja gadis.

****

“Pak, cepat ya, takut terlambat.” Kata Sinta sambil masuk ke mobil.

Laju mobil yang dikendarai Pak Juned berjalan dengan kencang. Karena Sinta tadi berdandan cukup lama sehingga jam berangkatnya mepet dari waktu biasanya.

Tiba-tiba, braaak… mobil yang disopiri Pak Juned menabrak sepeda ontel yang dikendarai oleh seorang anak laki-laki yang berseragam SMA di sebuah tikungan yang cukup tajam. Terlihat sepeda ontel yang dikendarai anak tersebut terpental beberapa meter dan anak laki-laki yang berseragam SMA tersebut jatuh dengan kepala terlebih dahulu ke aspal.

“Aduh, kenapa sih, Pak.” Teriak Sinta.

“Maaf, Non. Saya tidak lihat ada yang belok tadi.” Jawab Pak Juned.

“Ayo Pak, kita cek kondisinya.” Kata Sinta.

Tampak sepeda ontel tersebut sudah tidak berbentuk, anak laki-laki yang seusia dengan Sinta pun kondisinya pingsan dan kepalanya berlumuran darah.

“Kita bawa ke rumah sakit Pak.” Kata Sinta sangat panik.

Dibantu warga sekitar, mengangkat ke mobil. Pemuda yang tertabrak tersebut akhirnya diawab ke rumah sakit terdekat. Sinta tampak panik melihat darah terus mengalir dari kepala pemuda tersebut.

“Semoga tidak apa-apa kamu.” Gumam Sinta dengan raut muka bingung.

Darah yang bercucuran dari kepala pelajar tersebut membasahi seragam Sinta. Karena memang Sinta meletakkan kepala pemuda tersebut di pangkuannya. Sambil menepuk-nepuk pipi pemuda tersebut, Sinta berusaha membangunkannya.

“Ayo bangun mas, bangun.” Kata Sinta

Tidak ada tanda-tanda sedikitpun pemuda pelajar tersebut bangun.

“Agak cepat pak, ini darahnya mengalir terus.” Teriak Sinta terlihat sangat panik.

“Iya non.” Jawab Pak Juned sambil menekan lebih dalam pedal gas mobilnya melaju di jalanan. Dia tidak memperdulikan orang-orang yang berteriak karena hampir tertabrak mobilnya.

****

Begitu mobil sampai di depan pintu UGD, satpam rumah sakit sudah menyambut dengan menyodorkan bed untuk membaringkan pemuda tersebut.

“Minta tolong cepat pak, bawa ke dalam.” Teriak Sinta masih dengan kepanikan.

Tampak seragam yang dikenakan Sinta penuh dengan lumuran darah. Namun Sinta tidak peduli, yang ada di kepalanya bagaimana jika pemuda tersebut kenapa-kenapa.

“Tolong ada yang ke bagian pendaftaran.” Kata satpam rumah sakit tersebut.

Pak Juned bergegas ke bagian pendaftaran, sebelumnya bertanya ke Sinta data pemuda tersebut. Sinta membuka tas yang dibawa oleh pemuda tersebut. Akhirnya dia menemukan dompet dan HP di tasnya. Sinta berusaha membuka dompet dan mencari identitas pemuda tersebut.

Tertera di KTP yang Sinta temukan, Joni Ramadhan Pamungkas. Nama yang tertera di KTP pemuda tersebut dan ia masih satu SMA dengan Sinta.

“Tolong tunggu di luar ya.” Kata dokter UGD.

Pak Juned dan Sinta menunggu di kursi yang disediakan oleh rumah sakit. Tampak ada kegelisahan di wajah Sinta.

“Tolong hubungi kakek ya pak.” Perintah Sinta kepada Pak Juned. Sinta juga mengecek HP pemuda tersebut, siapa tahu ada nomor kontak keluarga yang bisa dihubungi. Setelah dilihat dengan seksama, ternyata pemuda itu sangat tampan.

Setelah mengecek handphone pemuda tersebut, akhirnya Sinta berhasil menghubungi keluarga pemuda yang ditabrak mobil yang ditumpanginya. Pak Juned juga sudah menghubungi Pak Broto.

Pak Broto sudah datang di rumah sakit bersamaan dengan lelaki dengan pakaian perlente. Terlihat lelaki itu tergesa-gesa dan langsung menuju bagian pendaftaran di UGD. Tampak dia berbincang dengan petugas.

“Joni Ramadhan Pamungkas.” Kata lelaki perlente tersebut kepada petugas pendaftaran.

“Lho Bapak Subroto kok di sini?” Kata lelaki perlente tersebut.

--------
Bersambung ke bab 7 yaa ....
Baca Novel Sang Pangeran Cinta dari bab 1 dan seterusnya KLIK DI SINI 


Powered by Blogger.
close