Khutbah Jumat: Menyadari Batasan, Meraih Keikhlasan Idul Adha


Idul Adha menjadi momen penting kita belajar Ikhlas, menyembelih ego, bersiap-siap menuju alam akhirat, inilah petikan naskah Khutbah Jumat.

MOMEN IDUL ADHA menjadikan Nabi Ibrahim sebagai teladan dan sikap taat kepada perintah Allah. Dari sini kita bisa belajar tentang sikap tawakal. Inilah naskah lengkap Khutbah Jutmat menyambut Idul Adha;


Khotbah I

اَللهُ أَكْبَرُ ٣x اَللهُ أَكْبَرُ٣x  اَللهُ أَكْبَرُ٣x اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ


ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي شَرَعَ لَنَا ٱلنَّحْرَ، وَجَعَلَ فِي ٱلْأَضْحَىٰ أَسْرَارًا مِّنَ ٱلطُّهْرِ، وَدُرُوسًا فِي ٱلصَّبْرِ، وَعِبَرًا فِي ٱلْإِخْلَاصِ وَٱلتَّسْلِيمِ. نَـحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَنَشْكُرُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.


وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، جَعَلَ ٱلتَّقْوَىٰ خَيْرَ زَادٍ، وَٱلْإِيمَانَ حِصْنَ ٱلْعِبَادِ، وَٱلطَّاعَةَ سُبُلَ ٱلسَّدَادِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، إِمَامُ ٱلْمُتَّقِينَ، وَسَيِّدُ ٱلْمُضَحِّينَ، ٱلَّذِي سَلَّمَ لِأَمْرِ رَبِّهِ فِي كُلِّ حِينٍ، فَصَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ ٱلطَّاهِرِينَ، وَصَحْبِهِ ٱلْأَجْمَعِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلدِّينِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ الرَّحْمَنِ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ : إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ


Jamaah Shalat Idul Adha yang Dimuliakan Allah SWT

Suatu malam, seorang ulama besar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Imam Malik bin Anas, bermimpi berjumpa dengan Malaikat pencabut nyawa, Izrail.


Dalam mimpi tersebut, ia bertanya tentang berapa lama sisa usianya di dunia ini. Malaikat tidak menjawab kecuali hanya memberi isyarat lima jari.


Tentu saja Imam Malik bingung. Ia tidak mengerti apa maksud isyarat lima jari: apakah lima hari, lima bulan, lima tahun, atau berapa. Keesokan pagi, selepas bangun tidur, Imam Malik mendatangi seorang ulama juru tafsir mimpi, Ibnu Sirin.


Ibnu Sirin menjelaskan bahwa lima jari yang diisyaratkan bukan merujuk pada jumlah atau bilangan tertentu. Namun merujuk pada lima perkara gaib yang kepastiannya hanya diketahui oleh Allah SWT.

Lalu, Ibnu Sirin membacakan firman Allah SWT sebagai dalilnya yang tertera dalam Ssurah Luqman ayat 34 :


اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ


“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.”


Ada banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah ini, apalagi di saat kita tengah merayakan Idul Adha, yang merupakan hari pengorbanan, kepatuhan, serta kepasrahan total kepada Allah SWT.


Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Pelajaran pertama, jangan pernah risau tentang masa depan. Masa depan adalah rahasia Allah. Hanya Dialah yang Maha Mengetahui masa depan setiap hamba-Nya. Imam Malik, kita dan siapa saja tidak ada yang bisa meski sebatas menerka-nerka apalagi memastikan.


Seperti halnya Nabi Ibrahim AS yang tidak mengetahui seperti apa masa depan istri dan Ismail yang masih bayi, yang beliau tinggalkan di tanah gersang bernama Makkah.


Namun, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap taat kepada perintah Allah. Dari sini kita bisa belajar tentang sikap tawakal. Kita belajar tentang berserah diri kepada Allah, khususnya tentang apa yang akan terjadi di masa mendatang.


Allah mengingatkan dalam QS. Al-Kahfi ayat 23-24 :


وَلَا تَقُوْلَنَّ لِشَا۟يْءٍ اِنِّيْ فَاعِلٌ ذٰلِكَ غَدًاۙ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ ۖوَاذْكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيْتَ وَقُلْ عَسٰٓى اَنْ يَّهْدِيَنِ رَبِّيْ لِاَقْرَبَ مِنْ هٰذَا رَشَدًا


“Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi, kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.”


Rasulullah ﷺ bersabda :

 لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا


“Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rezeki, sebagaimana seekor burung diberi rezeki; di mana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad)

Pelajaran kedua, mengakui keterbatasan diri kita. Kita harus sadar bahwa sebagai manusia kita punya keterbatasan.


Kita ini makhluk yang lemah, tidak memiliki apa-apa. Semua yang ada pada diri kita saat ini adalah anugerah dari Allah SWT.


Kesadaran tentang keterbatasan manusia bisa kita petik pelajarannya dari Nabi Ismail muda. Beliau tidak mengedepankan ego dan logika, ketika Allah memerintahkan sang ayah untuk mengorbankan dirinya.


Sikap yang ditunjukkan Ismail muda merupakan gambaran sempurna seorang hamba yang mengakui kelemahannya di hadapan Sang Maha Pencipta.


Dari sinilah, kita belajar bahwa mengakui keterbatasan diri membawa kita kepada sikap taat kepada Allah dalam segala keadaan.


Bersungguh-sungguh dalam mengakui bahwa kita hamba yang lemah merupakan wujud dari pengamalan ayat surah Al-Fatihah, “Iyyaaka na‘budu wa iyyaaka nasta‘iin” (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan).


Dengan mengakui bahwa kita makhluk yang lemah di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, akan mendorong kita untuk tak henti-hentinya memohon pertolongan Allah serta meyakini bahwa tak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya.


Jamaah Shalat Idul Adha Hafidzakumullah

Ketiga, kematian sebagai sebuah kepastian. Kisah Imam Malik dengan Malaikat maut memberi peringatan kepada kita bahwa setiap kita pasti akan meninggalkan dunia.


Hanya saja kapan dan di mana serta seperti apa keadaannya, tidak ada yang bisa memastikan.

Idul Adha yang di dalamnya terdapat ritual penyembelihan hewan kurban mengingatkan kita untuk juga menyembelih sifat-sifat buruk yang bersemayam.


Kita sembelih pula hawa nafsu yang mengajak kepada keburukan, menyembelih ego, lalu bersiap-siap menuju alam akhirat.

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ


“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran : 185)


Rasulullah ﷺ bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ


“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi)


Keempat,  husnuzan (baik sangka) kepada Allah. Ketika Imam Malik dilanda keresahan, datang Ibnu Sirin menenangkan dengan ilmu serta keimanan.


Dalam hidup, beragam tantangan harus kita hadapi. Dari mulai masalah keluarga, masa depan, sampai masalah ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, maka semuanya harus kita sikapi dengan bijak.

Salah satunya, dengan sikap baik sangka kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim dan keluarganya mengajarkan kepada kita sikap bersandar kepada Allah yang Maha Kuat disertai berbaik sangka kepada-Nya.


Kaum Muslimin yang Berbahagia

Pelajaran terakhir atau Kelima, miliki ilmu dan pemahaman yang lurus. Sang juru tafsir mimpi, Ibnu Sirin, menafsirkan mimpi Imam Malik berdasarkan ilmu.


Ia sampaikan argumentasi yang kokoh dari Al-Qur’an. Bukan berdasarkan logika semata atau hawa nafsunya.


Nabi Ibrahim AS dan keluarganya memberikan contoh tersebut kepada kita. Mereka menjadikan keputusan Allah SWT berupa wahyu sebagai pembimbing dalam kehidupan.


Oleh karena itu, merayakan Idul Adha harus dibarengi dengan menghidupkan semangat mempelajari Al-Qur’an, berusaha men-tadabburi-nya, serta mengamalkan kandungannya.


Dari kisah Imam Malik dan Malaikat Maut kita banyak mengambil pelajaran yang menjadi cermin kehidupan bahwa yang namanya umur, rezeki, masa depan, serta kematian, semuanya hanya diketahui oleh Allah SWT.


Menyambut Idul Adha, mari kita isi dengan memperbarui niat dan tekad kita untuk menjadi hamba Allah yang tunduk, pasrah, dan berserah diri seperti pengalaman hidup Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan keluarganya.


Mari kita jadikan hidup dan mati kita sebagai pengorbanan terbaik bagi Allah. Kita berkorban di jalan Allah SWT dengan sikap taat, sabar, dan terus memperbaiki diri.


Dengan langkah ini, semoga kita kelak kembali kepada Allah SWT dalam keadaan husnul khatimah.


Khotbah II

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، عَلَىٰ نِعْمَةِ ٱلْإِيمَانِ، وَعَلَىٰ مَوَاسِمِ ٱلْغُفْرَانِ، وَعَلَىٰ مِنَنِ ٱلرَّحْمَـٰنِ فِي أَيَّامِ ٱلنَّحْرِ وَٱلتَّضْحِيَةِ وَٱلْإِحْسَانِ.


ٱللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، ٱلَّذِي قَالَ: “إِنَّمَا ٱلْأَعْمَالُ بِٱلنِّيَّاتِ”، وَعَلَىٰ آلِهِ ٱلَّذِينَ صَدَّقُوا فَوَفَّوْا، وَعَلَىٰ أَصْحَابِهِ ٱلَّذِينَ جَاهَدُوا فَثَبَتُوا، وَعَلَىٰ ٱلتَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِخْلَاصٍ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلدِّينِ.


أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَوَكِّلِيْنَ عَلَيْكَ، وَمِنَ الْمُسْتَسْلِمِيْنَ لِأَمْرِكَ، وَمِنَ الْمُحْسِنِيْنَ الظَّنَّ بِكَ، وَمِنَ الْمُتَذَكِّرِيْنَ لِلْمَوْتِ، الْمُسْتَعِدِّيْنَ لِلِقَائِكَ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.


اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا قَلْبًا خَاشِعًا، وَنَفْسًا مُطْمَئِنَّةً، وَرِزْقًا حَلَالًا وَاسِعًا، وَعِلْمًا نَافِعًا، وَعَمَلًا صَالِحًا مَقْبُوْلًا.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ حَيَاتَنَا كُلَّهَا طَاعَةً، وَاجْعَلْ مَوْتَنَا رَاحَةً، وَاجْعَلْ آخِرَ كَلَامِنَا عِنْدَ خُرُوْجِ رُوْحِنَا: لاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ، وَفِي زُمْرَةِ خَلِيْلِكَ إِبْرَاهِيْمَ، وَنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَاحْشُرْنَا مَعَهُمْ فِي جَنَّاتِ النَّعِيْمِ.

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.


Powered by Blogger.
close