Ikhlas Tak Berarti Ringan di Hati
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Ikhlas itu melakukan amal dan ibadah semata-mata untuk mencari wajah Allah
Ta'ala; mengharap ridha-Nya sepenuh kerinduan. Amal yang kecil bernilai sangat
besar bersebab niat ikhlas. Sebaliknya amal yang amat besar, tak bernilai sama
sekali karena salah niat.
Ikhlas tidak berhubungan dengan berat-ringannya melakukan amal &
ibadah. Meski sangat berat, jika mengerjakannya karena taat, itulah ikhlas.
Ringannya hati bershadaqah bukan menandakan ikhlas. Sebaliknya meski amat berat
terasa, jika ridha Allah Ta'ala tujuannya, itulah ikhlas. Inilah yang sering
rancu atau bahkan dirancukan sehingga mendatangkan syubhat betapa mendidik niat
seolah penghalang amal.
Amat banyak kita jumpai perkataan syubhat, "Lebih ikhlas mana sedekah
1000 dengan sedekah 10 juta?" Padahal ini bukan berkait dengan ikhlas.
Ringan hati tidak menandakan ikhlasnya hati seseorang, sebagaimana beratnya
perasaan bukan berarti niatnya tak bersih. Seseorang yang sedang sangat
mengingini benda untuk dibeli, tapi membatalkan meski berat hati karena tahu
ada amal yang lebih utama untuk kemuliaan agama ini, maka itulah ikhlas.
Sesungguhnya ta'at itu tak menuntut ringannya hati melaksanakan, tetapi
bersihnya niat meskipun terasa sangat berat. Kita mungkin sangat tidak menyukai
kewajiban itu, tetapi jika bersungguh-sungguh mengerjakan karena memuliakan
perintah-Nya, itulah ikhlas.
Mari sejenak kita mengingat firman Allah Ta'ala:
ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ٱﻟْﻘِﺘَﺎﻝُ ﻭَﻫُﻮَ
ﻛُﺮْﻩٌ ﻟَّﻜُﻢْ ۖ ﻭَﻋَﺴَﻰٰٓ ﺃَﻥ ﺗَﻜْﺮَﻫُﻮا۟ ﺷَﻴْـًٔﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَّﻜُﻢْ ۖ
ﻭَﻋَﺴَﻰٰٓ ﺃَﻥ ﺗُﺤِﺒُّﻮا۟ ﺷَﻴْـًٔﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﺷَﺮٌّ ﻟَّﻜُﻢْ ۗ ﻭَٱﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻌْﻠَﻢُ
ﻭَﺃَﻧﺘُﻢْ ﻻَ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ
"Diwajibkan
atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah,
2: 216).
Maka, belajar mendidik niat sangat penting bagi kita. Inilah yang perlu
terus menerus kita perbaiki agar tak rusak. Berkait mendidik niat, silakan baca
kembali catatan saya di FB bertajuk Mendidik
Niat. https://www.facebook.com/notes/mohammad-fauzil-adhim/mendidik-niat/486487501400383
Mengharap ridha-Nya berarti mengharap apa yang diperintahkan-Nya untuk kita
harap; berusaha menyukai apa yang Allah Ta'ala sukai. Bagaimana mungkin kita
mengharapkan ridha Allah Ta'ala sementara apa yang diperintahkan-Nya kita
anggap rendah dan tak bernilai? Mengharap surga misalnya, itu justru bagian
dari ikhlas.
Bersegera melakukan amal & ibadah untuk meraih ampunan Allah Ta'ala
juga merupakan bagian dari ta'at dan taqwa. Dengan demikian, mengharap surga
sama sekali bukan perusak keikhlasan. Ia justru mengokohkan. Ingatlah firman
Allah subhanahu wa ta'ala:
ﻭَﺳَﺎﺭِﻋُﻮٓا۟ ﺇِﻟَﻰٰ ﻣَﻐْﻔِﺮَﺓٍ ﻣِّﻦ
ﺭَّﺑِّﻜُﻢْ ﻭَﺟَﻨَّﺔٍ ﻋَﺮْﺿُﻬَﺎ ٱﻟﺴَّﻤَٰﻮَٰﺕُ ﻭَٱﻷَْﺭْﺽُ ﺃُﻋِﺪَّﺕْ
ﻟِﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertaqwa." (QS. Ali Imran, 3: 133).
Bukankah firman Allah Ta'ala ini sudah sangat jelas?
Wallahu a'lam bish-shawab.
Sumber : Fanspage Mohammad Fauzil Adhim

Post a Comment